Rabu, 20 April 2011

KLONING PADA MANUSIA

KLONING PADA MANUSIA









Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Masailul Fiqhiyah
Dosen Pengampu Drs. H. Fathul Aminudin Aziz, M.M.


Oleh:
Talhis Afdian Syah
NIM: 082321021


PROGRAM STUDI AKHWAL AL-SYAKHSIYYAH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PURWOKERTO
2011
KLONING PADA MANUSIA

A. PENDAHULUAN
Mampukah fikih menjawab tantangan kemajuan rekayasa genetika? Pesatnya perkembangan teknologi rekayasa genetika haruslah terkejar oleh produk-produk fikih yang ada selama ini. Seperti halnya masalah fikih-fikih terdahulu sebagaimana diberikan oleh para ulama seperti soal bayi tabung dan imsemnasi buatan, maka masalah rekayasa genetika, sampai pada soal revitalisasi DNA, pembiakan sel lewat transplantasi, bahkan menyelewengkan “penciptaan ” lewat pencangkokan jaringan sel yang pada saat ini mulai banyak berkembang haruslah dicari solusinya.
Informasi terbaru, seperti dilaporkan majalah ilmiah berbahasa Inggris, Scientific American, dalam rubric “medicine”nya, adalah sukses besar praktik pengobatan lewat terapi gen (Gene Theraphy). Yaitu, sebuah pengobatan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit genetis. Modus operan di terapi ini adalah dengan cara mencangkokkan gen-gen baru yang lebih sehat dengan mengganti gen-gen rusak yang membawa kelainan dalam tubuh.[1] Bukan Cuma itu, terapi gen juga akan dipakai untuk mengobati kelainan fisik dan perilaku. Hidung pesek, misalnya diubah menjadi mancung. Caranya mudah, cukup dengan mengganti gen-gen yang membawa unsur pesek dengan yang mancung.
Lalu bagaimana fikih mengantisipasi masalah ini? Bagaimanapun, tampaknya masih diperlukan penelaahan lebih lanjut tentang masalah ini, yaitu bagaimana hukum islam tentang zat genetic (Kloning) itu?.


B. PEMBAHASAN
  1. Pengertian Kloning
Kloning menurut bahasa adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu clone atau klon yang berarti kumpulan sel turunan dari sel induk tunggal dengan reproduksi aseksual. Sedangkan menurut istilah Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetic yang sama dengan sel induknya tanpa diawali proses pembuahan sel telur atau sperma tapi diambil dari inti sebuah sel pada makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan maupun manusia.[2]
a. Macam-macam Kloning
Dalam hal ini Kloning terdiri dari beberapa macam, antara lain:
1). Kloning pada tumbuhan
Kloning pada tumbuhan yaitu mencangkok atau menstek tanaman untuk mendapatkan tanaman yang memiliki sifat persis sama dengan induknya.[3]
2). Kloning pada hewan
Kloning pada hewan pertama kali dicoba pada tahun 1950-an pada hewan katak, tikus, kera dan bison juga pada domba, dan dalam kelanjutannya proses yang berhasil hanyalah percobaan Kloning pada domba. Awal mula proses pengkloningan domba adalah dengan mengambil inti sel dari tubuh domba, yaitu dari payudara atau ambingnya lalu sifat khusus yang berhubungan dengan fungsi ambing ini dihilangkan, kemudian inti sel tersebut dimasukkan kedalam lapisan sel telur domba, setelah inti selnya dibuang kemudian ditanamkan kedalan rahim domba agar memperbanyak diri, berkembang berubah menjadi janin dan akhirnya di hasilkan bayi domba. Pada akhirnya domba ini mempunyai kode genetic yang sama dengan domba pertama yang menjadi sumber pengambilan sel ambing.[4]
3). Kloning pada embrio
Kloning embrio tejadi pada sel embrio yang berasal dari rahim istri yang terbentuk dari pertemuan antara sel sperma suaminya dengan sel telurnya lalu sel embrio itu dibagi dengan satu teknik perbanyakan menjadi beberapa sel embrio yang berpotensi untuk membelah dan berkembang. Kemud­ian sel-sel embrio itu dipisahkan agar masing-masing menjadi embrio tersendiri yang persis sama dengan sel embrio pertama yang menjadi sumber pengambilan sel. Selanjutnya sel-sel embrio itu dapat ditanamkan dalam rahim perempuan asing (bukan isteri), atau dalam rahim isteri kedua dari suami bagi isteri pertama pemilik sel telur yang telah dibuahi tadi. Yang selanjutnya akan menghasilkan lebih dari satu sel embrio yang sama dengan embrio yang sudah ada. Lalu akan terlahir anak kembar yang terjadi melalui proses Kloning embrio ini dengan kode genetik yang sama dengan embrio pertama yang menjadi sumber Kloning.
4). Kloning pada manusia
Kloning pada manusia terdapat dua cara, yaitu:
a). Kloning manusia dapat berlangsung dengan adanya laki-laki dan perempuan dalam prosesnya. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh laki-laki, lalu inti selnya diambil dan kemudian digabungkan dengan sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Sel telur ini setelah bergabung dengan inti sel tubuh laki-laki lalu ditransfer ke dalam rahim seorang perempuan agar dapat memeperbanyak diri, berkembang, berubah menjadi janin, dan akhirnya dila­hirkan sebagai bayi. Bayi ini merupakan keturunan dengan kode genetik yang sama dengan laki-laki yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh.
b). Kloning manusia dapat pula berlangsung di antara perem­puan saja tanpa memerlukan kehadiran laki-laki. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh seorang perem­puan, kemudian inti selnya diambil dan digabungkan dengan sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Sel telur ini –setelah bergabung dengan inti sel tubuh perem­puan– lalu ditransfer ke dalam rahim perempuan agar memper­banyak diri, berkembang, berubah menjadi janin, dan akhirnya dilahirkan sebagai bayi. Bayi yang dilahirkan merupakan keturunan dengan kode genetik yang sama dengan perempuan yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh. Hal tersebut mirip dengan apa yang telah berhasil dilakukan pada hewan domba.
Adapun pewarisan sifat yang terjadi dalam proses Kloning, sifat-sifat yang diturunkan hanya berasal dari orang yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh, baik laki-laki maupun perempuan. Dan anak yang dihasilkan akan memiliki ciri yang sama dengan induknya dalam hal penampilan fisiknya –seperti tinggi dan lebar badan serta warna kulit– dan juga dalam hal potensi-potensi akal dan kejiwaan yang bersi­fat asli. Dengan kata lain, anak tersebut akan mewarisi seluruh ciri-ciri yang bersifat asli dari induknya. Sedang­kan ciri-ciri yang diperoleh melalui hasil usaha, tidaklah dapat diwariskan. Jika misalnya sel diambil dari seorang ulama yang faqih, atau mujtahid besar, atau dokter yang ahli, maka tidak berarti si anak akan mewarisi ciri-ciri tersebut, sebab ciri-ciri ini merupakan hasil usaha, bukan sifat asli.
  1. Manfaat dan Kerugian Kloning
Adapun manfaat dari Kloning diantaranya adalah:
a.       Kloning pada tanaman dan hewan adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan, mening­katkan produktivitasnya.
b.      Mencari obat alami bagi banyak penyakit manusia-terutama penyakit-penyakit kronis-guna menggantikan obat-obatan kimiawi yang dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan manusia.[5]
c.       Untuk memperoleh hormone pertumbuhan, insulin, interferon, vaksin, terapi gen dan diagnosis penyakit genetic.[6]
Selain terdapai banyak manfaat Kloning juga menimbulkan kerugian, antara lain:
a.       Kloning pada manusia akan menghilangkan nasab.
b.      Kloning pada perempuan saja tidak akan mempunyai ayah.
c.       Menyulitkan pelaksanaan hokum-hukum syara’. Seperti, hokum pernikahan, nasab, nafkah, waris, hubungan kemahraman, hubun­gan ‘ashabah, dan lain-lain.
  1. Hukum Kloning
Menurut syara’ hokum Kloning pada tumbuhan dan hewan tidak apa-apa untuk dilakukan dan termasuk aktivitas yang mubah hukumnya. Dari hal itu memanfaatkan tanaman dan hewan dalam proses Kloning guna mencari obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit manusia terutama yang kronis adalah kegiatan yang dibolehkan Islam, bahkan hukumnya sunnah (mandub), sebab berobat hukumnya sunnah. Begitu pula mempro­duksi berbagai obat-obatan untuk kepentingan pengobatan hukumnya juga sunnah. Imam Ahmad telah meriwayatkan hadits dari Anas RA yang telah berkata, bahwa Rasulullah SAW berka­ta:
Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia menciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian !”
Imam Abu Dawud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Usamah bin Syuraik RA, yang berkata:
Aku pernah bersama Nabi, lalu datanglah orang-orang Arab Badui. Mereka berkata,’Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat ?”
Maka Nabi SAW menjawab :
Ya. Hai hamba-hamba Allah, berobatlah kalian, sebab sesung­guhnya Allah Azza wa Jalla tidaklah menciptakan penyakit kecuali menciptakan pula obat baginya…”
Oleh karena itu, dibolehkan memanfaatkan proses Kloning untuk memperbaiki kualitas tanaman dan mempertinggi produk­tivitasnya atau untuk memperbaiki kualitas hewan seperti sapi, domba, onta, kuda, dan sebagainya. Juga dibolehkan memanfaatkan proses Kloning untuk  mempertinggi produktivi­tas hewan-hewan tersebut dan mengembangbiakannya, ataupun untuk mencari obat bagi berbagai penyakit manusia, terutama penyakit-penyakit yang kronis. Demikianlah hukum syara’ untuk Kloning manusia, tanaman dan hewan.
Kloning pada manusia haram menurut hukum Islam dan tidak boleh dilakukan. Dalil-dalil keharamannya adalah sebagai berikut :
a.       Anak-anak produk proses Kloning tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah ditetapkan oleh Allah untuk manusia dan dijadikan-Nya sebagai sunnatullah untuk menghasilkan anak-anak dan keturunan. Allah SWT berfirman :
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْاُنْثَى مِنْ نُطْفَطٍ إِذَا تُمْنَى
dan Bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, dari air mani apabila dipancarkan.” (QS. An Najm: 45-46)
Allah SWT berfirman: “Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya.” (QS. Al Qiyaamah : 37-38)
b.      Anak-anak produk Kloning dari perempuan saja (tanpa adanya laki-laki), tidak akan mempunyai ayah. Dan anak produk Kloning tersebut jika dihasilkan dari proses peminda­han sel telur-yang telah digabungkan dengan inti sel tubuh-ke dalam rahim perempuan yang bukan pemilik sel telur, tidak pula akan mempunyai ibu. Sebab rahim perempuan yang menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi penampung, tidak lebih. Ini merupakan tindakan menyia-nyiakan manusia, sebab dalam kondisi ini tidak terda­pat ibu dan ayah. Hal ini bertentangan dengan firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَاُنْثَى
Hai manusia, sesunguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.” (QS. Al Hujuraat : 13)
c.       Kloning manusia akan menghilang nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Diriway­atkan dari Ibnu ‘Abbas RA, yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : “Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.” (HR. Ibnu Majah).
Berdasarkan dalil-dalil itulah proses Kloning manusia diharamkan menurut hukum Islam dan tidak boleh dilaksanakan.






C. ANALISIS
Dari pembahasan diatas maka dapat di analisiskan bahwa:
a.       Kloning tidak sama dengan, dan sedikit pun tidak berarti, penciptaan, melainkan hanya sekedar penggandaan.
b.      Secara umum, Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan akan membawa kemanfaatan dan kemaslahatan kepada umat manusia.
c.       Kloning terhadap manusia dapat membawa manfaat, antara lain : rekayasa genetik lebih efisien dan manusia tidak perlu khawatir akan kekurangan organ tubuh pengganti (jika memerlukan) yang biasa diperoleh melalui donor, dengan Kloning ia tidak akan lagi merasa kekurangan ginjal, hati, jantung, darah, dan sebagainya, karena ia bisa mendapatkannya dari manusia hasil teknologi Kloning.
d.      Kloning terhadap manusia juga dapat menimbulkan mafsadat (dampak negatif yang tidak sedikit; antara lain:
1). menghilangkan nasab anak hasil Kloning yang berakibat hilangnya banyak hak anak dan terabaikan-nya sejumlah hukum yang timbul dari nasab;
2). institusi perkawinan yang telah disyari’atkan sebagai media berketurunan secara sah menjadi tidak diperlukan lagi, karena proses reproduksi dapat dilakukan tanpa melakukan hubungan seksual;
3). lembaga keluarga (yang dibangun melalui perkawinan) akan menjadi hancur, dan pada gilirannya akan terjadi pula kehancuran moral (akhlak), budaya, hukum, dan syari’ah Islam lainnya;
4). tidak akan ada lagi rasa saling mencintai dan saling memerlukan antara laki-laki dan perempuan;
5). hilangnya maqashid syari’ah dari perkawinan, balk maqashid awwaliyah (utama) maupun maqashid tabi’ah (sekunder). Kaidah Fiqhiyah : “Menghindarkan kerusakan (hal-hal yang negatif) diutamakan dari pada mendatangkan kemaslahatan
Mewajibkan kepada semua pihak, terutama para ulama, untuk senantiasa mengikuti perkembangan teknologi Kloning, meneliti peristilahan dan permasalahatannya, serta menyelenggarakan kajian kajiian ilmiah untuk menjelaskan hukumnya. Dan untuk mendorong pembentukan (pendirian) dan mendukung institusi-institusi ilmiah yang menyelenggarakan penelitian di bidang biologi dan teknik rekayasa genetika pada selain bidang Kloning manusia yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah. Dan untuk segera merumuskan kriteria dan kode etik penelitian dan eksperimen bidang biologi untuk dijadikan pedoman bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

D. KESIMPULAN
Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetic yang sama dengan sel induknya tanpa diawali proses pembuahan sel telur atau sperma tapi diambil dari inti sebuah sel pada makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan maupun manusia. Kloning terdiri dari beberapa macam, antara lain: Kloning pada tumbuhan, Kloning pada hewan, Kloning pada embrio,dan Kloning pada manusia.
Adapun mengenai hukum Kloning dari kajian diatas dapat disimpulkan bahwa hukum Kloning dibagi menjadi dua, yang pertama yaitu Kloning yang di perbolehkan, dan Kloning yang tidak diperbolehkan. Sedangkan Mengenai Kloning yang diperbolehkan adalah Kloning yang meninmbulkan kemaslahatan bagi manusia antara lain yaitu Kloning pada tanaman dan hewan adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan, mening­katkan produktivitasnya, mencari obat alami bagi banyak penyakit manusia-terutama penyakit-penyakit kronis.
Sedangkan Kloning yang tidak diperbolehkan adalah Kloning terhadap manusia yang dapat menimbulkan mafsadat (dampak negatif yang tidak sedikit; antara lain : menghilangkan nasab, menyulitkan pelaksanaan hokum-hukum syara’.

D. DAFTAR PUSTAKA
Asy-Syaukani, Lutfi, Poltik, HAM, dan Isu-isu Teknologi dalam Fiqih Kontemporer, Pustaka Hidayah: Bandung.1998
Alkaf, Halid Kloning dan Bayi Tabung Masalah dan Implikasinya, PB UIN: Jakarta. 2003
Mahfudh, Dr. Sahal, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, LTN NU dan Diantama: Surabaya. 2004
Ma’ruf, Farid Hukum Kloning, http:// konsultasi. WordPress.com. 2007
Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia yang diselenggarakan pada tangga123-27 Rabi’ul Akhir 1421 H. / 25-29 Juli 2000




[1] Lutfi Asy-Syaukani, Poltik, HAM, dan Isu-isu Teknologi dalam Fiqih Kontemporer (Pustaka Hidayah: Bandung.1998) hal. 141.
[2] Dr. Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam (LTN NU dan Diantama: Surabaya. 2004) hal. 544.
[3] Halid Alkaf, Kloning dan Bayi Tabung Masalah dan Implikasinya …….hal. 4.
[4] Farid Ma’ruf, Hukum Kloning (http:// konsultasi. WordPress.com. 2007)
[5] Farid Ma’ruf, Hukum Kloning (http:// konsultasi. WordPress.com. 2007)
[6] Dr. Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam…….. hal.544

Tidak ada komentar:

Posting Komentar